Terlebih, berdasarkan data pokok pendidikan nasional https//referensi.data.kemdikbud.go.id/index31.php, lembaga pendidikan non-formal di Jabar terbanyak di Indonesia yang mencapai 1.812 lembaga.
Ketua FK PKBM Jabar, Nana Suryana menegaskan, pihaknya meminta Pemprov Jabar memberikan dukungan moril terhadap visi-misi maupun program kerja dalam pelayanan Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) Jabar.
Menurutnya, FK PKBM turut berpartisipasi dalam membangun daerah, melayani masyarakat putus sekolah, keberaksaraan, mengangkat potensi lokal melalui produk lokal, memberdayakan masyarakat melalui keterampilan, pelatihan, serta sinergitas dengan lembaga lain seperti pondok pesantren, UMKM, dan lainnya.
“Awalnya mereka (Pemprov Jabar) bersikukuh kepada kewenangan, tapi ada hasil yang diperoleh dan akan dicarikan celah aturan yang bisa mengakomodir kita semua. Kalau berbicara kewenangan itu harga mati, tapi ada klausul payung hukum yang bisa menaungi semua warga negara dan pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan,” kata Nana seusai beraudiensi dengan Pemprov Jabar di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (21/12).
Nana melanjutkan, FK PKBM Jabar mengingatkan Pemprov Jabar bahwa hingga kini, masih ada masyarakat yang belum terakomodasi pendidikan. Padahal, semua warga negara memiliki hak untuk mencari serta mendapatkan pendidikan.
“Kewenangannya ada di pemerintah, kewajiban kami adalah untuk membantu pemerintah,” tegasnya.
Selain itu, lanjut Nana, FK PKBM Jabar menginginkan tidak adanya pembatasan usia untuk memperoleh kesetaraan pendidikan paket C. Pasalnya, usia maksimal untuk memperoleh kesetaraan pendidikan paket C yaitu 21 tahun.
“Jadi tidak dibatasi dengan usia tadi. Kalau dibatasi ya siapa yang akan mengurus yang usia lanjut. Itu yang paling penting,” katanya.
Mana kembali mengatakan bahwa pihaknya mengharapkan kehadiran Pemprov Jabar sesuai amanat UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa untuk memperhatikan masyarakat yang belum tersentuh pendidikan.
“Apalagi, (pendidikan non-formal) dalam program Jabar Masagi (program pendidikan yang diusung Pemprov Jabar) tidak tersentuh, padahal pendidikan adalah syarat mutlak dan dilindungi oleh negara sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 1,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bagian Pelayanan Dasar Setda Jabar, Jatti Indriyati mengakui bahwa FK PKBM Jabar menginginkan perhatian yang lebih dari pemerintah terkait penyelenggaraan pendidikan non-formal.
“Kemudian, dari segi pembiayaan, sarana, prasana, dan lainnya juga ingin diperhatikan. Tadi sudah saya sampaikan, pendidikan non-formal itu menjadi kewenangan kabupaten/kota,” kata Jatti.
Kendati begitu, Jatti menyatakan, Pemprov Jabar sebagai wakil pemerintah pusat akan melakukan koordinasi dan komunikasi dengan pemerintah kabupaten/kota terkait penyelenggaraan pendidikan non-formal.
“Bila diperlukan, kami juga akan mengeluarkan (aturan), mengatur bagaimana penyelenggaraan pendidikan non-formal di kabupaten/kota,” ucapnya.
“Yang mereka tuntut ada regulasi khusus mengenai pendidikan non-formal. Tadi saya sampaikan, kami mengatur pendidikan non- formal, tapi tidak mengatur PKBM,” lanjutnya.
Lebih lanjut Jatti menjelaskan, terkait pembatasan usia bagi pendidikan paket C kewenangannya berada di pemerintah pusat. Pemprov Jabar sendiri, kata Jatti, hanya melaksanakan regulasi tersebut.
“Itu regulasinya di pemerintah pusat dan kami hanya melaksanakan saja. Kalau mau memberikan rekomendasi, ya kami terima,” jelasnya.
Untuk diketahui, pendidikan non-formal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Hasilnya pun dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.