BANDUNG, HALOJABAR.COM – Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) sekaligus Ketua Divisi Percepatan Vaksinasi COVID-19 Jabar, Dedi Supandi ternyata memiliki aktivitas lain yang berkaitan dengan hobinya, yakni sebagai bikers.
Bahkan, bukan hanya sebagai bikers biasa, Dedi pun menjabat Ketua Umum Organisasi Motor Bersatu dan Kompak alias Omberko Jabar dengan anggota mencapai 11.619 orang yang tersebar di Jabar.
“Motor memiliki arti mendalam sebagai upaya untuk mengajak orang turut serta dalam organisasi yang memiliki resonansi kebaikan,” tutur Dedi, Senin (10/1/2022).
Dideklarasikan di Kabupaten Bogor, 10 Juli 2021,struktur kepengurusan Omberko Jabar sudah disahkan melalui pelantikan yang dilaksanakan pada 23 Oktober 2021 lalu.
Dedi pun melanjutkan keanggotaan Omberko terdaftar di seluruh kota dan kabupaten di Provinsi Jabar dimana pada setiap wilayah memiliki kekhasan jargon tersendiri.
Seperti di Kota dan Kabupaten Sukabumi dengan jargon ‘Soekabumi Brainerhood’ yang memiliki arti persaudaran pemikir cerdas atau di Bogor dengan jargon Sawala Niti Wiyata yang memiliki arti wadah berdiskusi bidang pendidikan.
“Untuk jenis motor, di Omberko ini beragam. Tidak ada jenis motor tertentu untuk bisa menjadi bagian dari organisasi bermotor kami,” katanya.
Sebagai salah satu penggagas Omberko, dia menyampaikan, awal mula berdirinya klub motor tersebut yaitu untuk menyatukan persaudaraan. Selain itu, ingin turut mendorong potensi di Jabar.
“Misalnya dengan ikut memopulerkan tempat wisata yang ada di Jawa Barat. Anggota kami juga tidak hanya yang berkecimpung di dunia pendidikan saja, namun cukup banyak yang ingin berpartisipasi dan salah satu pendiri Omberko ini juga Ibu Atalia Praratya (istri Gubernur Jabar, Ridwan Kamil),” katanya.
Hobi Bermotor Sejak SMP
Lebih lanjut Dedi mengungkapkan, bermotor memang menjadi hobi Dedi di sela kesibukannya sebagai Kadisdik Jabar. Bahkan, pria kelahiran 12 Juni 1976 ini telah akrab dengan motor sejak masih duduk di bangku SMP Negeri 1 Raja Galuh, Majalengka pada 1989-1992 lalu.
Lantaran jarak dari rumah menuju sekolah cukup jauh, setiap hari Dedi harus diantarkan oleh koleganya menggunakan motor agar tidak telat masuk sekolah.
“Karena jika menggunakan kendaraan umum itu jauh dari rumah saya di Kampung Pasir Desa Kumbung, sementara SMP saya ada di Kota,” kenang Dedi.
Saat masuk SMA Negeri 1 Majalengka pada 1992-1995, jarak rumah menuju sekolah semakin jauh. Dedi pun akhirnya mulai menggunakan motor yang dia beli dari hasil menabung.
“Motor pertama saya itu GL Pro, waktu itu harganya sekitar Rp4,2 juta saya masih ingat,” katanya.
Mulai saat itu, Dedi pun kian sering menggunakan motor tidak hanya untuk pergi ke sekolah. Kala itu, dia juga pernah bergabung dengan kelompok pehobi motor untuk bersama-sama menjajal aspal jalan raya atau sekadar melakukan reparasi dan modifikasi kepada kendaraannya.
“Tapi bukan geng motor ya,” guyon Dedi.
Sebagai Pradana Pramuka, saat itu, Dedi juga kerap mencari lokasi kemah yang cukup jauh dari pemukiman. Hingga pada suatu waktu, pernah ada kejadian yang tidak pernah dia lupakan saat menggunakan motor pada malam hari.
Setelah menemukan titik kemah untuk para anggota pramuka, Dedi bersama sekitar tiga motor lainnya melihat ada bentangan tali di area hutan bambu, tepatnya di daerah Talaga ke Arah Maja.
“Dari jauh sekitar 50 meter saya melihat ada bentangan tali dan tiba-tiba muncul orang orang yang membawa sajam dari balik pohon. Saya langsung menyusul teman teman yang lebih dulu berjalan dan meminta berhenti kemudian kami memutar balik,” tuturnya.
Setelah peristiwa hendak menjadi korban begal tersebut, Dedi tidak lantas ciut untuk melakukan perjalanan di malam hari menggunakan motor.
“Kalau kapok si gak, tapi untuk lebih hati-hati itu pasti. Akhirnya kalau keluar malam-malam, terutama ke daerah yang rawan begal, kita berkendara bersama-sama,” katanya.