BANDUNG, HALOJABAR.com – Habib Bahar bin Smith resmi jadi tersangka kasus berita bohong yang telah menimbulkan keonaran di masyarakat, Senin (3/12/2021) malam.
Penetapan tersangka dilakukan setelah Polda Jabar memeriksa puluhan saksi, termasuk saksi ahli, mengumpulkan barang bukti, dan meminta keterangan langsung dari Bahar.
Menyikapi hal tersebut, Kuasa Hukum Habib Bahar bin Smith menilai penetapan tersangka oleh Polda Jabar terhadap kliennya dinilai sebagai pertanda sudah matinya keadilan dan demokrasi di Republik Indonesia.
“Yang jelas, luar biasa ya, innalillahi wa innailaihi rajiuun, berarti memang keadilan dan demokrasi di negara kita ini sudah mati sebagaimana yang disampaikan Habib Bahar ketika akan diperiksa,” ungkap Ichwan saat dikonfirmasi, Selasa (4/12/2021).
Penilaian tersebut menurutnya bukan tanpa alasan. Pasalnya, proses penyidikan yang dimulai dengan penyampaian surat perintah dimulainya penyidikan (SPPD), pemanggilan, pemeriksaan, penetapan tersangka, hingga penahanan Bahar terbilang sangat cepat.
“Kita kooperatif datang ya, kita datang kooperatif karena sebagai warga negara Indonesia yang baik. Kita hadir dan diperiksa. Setelah diperiksa (sebagai) saksi selesai sekitar jam 10 atau jam setengah 11 (malam) langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan,” katanya.
Baca juga: Diperiksa Polda Jabar, Habib Bahar: Jika Saya Ditahan, Demokrasi di Indonesia Sudah Mati
Pihaknya menyesalkan sikap Polda Jabar yang tidak memberikan interval pemeriksaan Bahar sebagai saksi. Bahkan, kata Ichwan, berdasarkan informasi yang diterimanya, panitia penyelenggara saat Bahar memberikan ceramah yang dinilai mengandung unsur berita bohong itu pun hingga kini belum diperiksa.
“Tidak ada proses dulu atau interval memeriksa saksi dari pihak kepolisian. Saya bahkan mendapat informasi, panitia penyelenggara pada saat diadakan pengajian itu sampai saat ini belum diperiksa loh, saksinya saja. Saksinya belum diperiksa,” bebernya.
Lebih lanjut Ichawan mengatakan, penetapan tersangka terhadap kliennya sebagai bagian langkah untuk membungkam kritik terhadap pemerintah.
“Jadi, kami melihat, peristiwa pembantaian terhadap laskar FPI di Km 50 dan penahanan terhadap Habib Rizieq, lalu penangkapan terhadap Haji Munarman, itu bagian dari urutan membungkam kritik terhadap pemerintahan yang ada, jadi pasti ada sponsornya. Sekarang Habib Bahar dibungkam,” katanya.
Sebelumnya, Ichwan menyebutkan bahwa kasus kabar bohong yang menjerat Bahar berkaitan dengan peristiwa pembantaian enam anggota Laskar FPI di Km 50 Tol Cikampek.
Ichwan sendiri mengaku, belum memahami unsur kebohongan yang dimaksud dalam peristiwa itu. Sebab, substansi peristiwa mengenai kasus tewasnya enam anggota laskar FPI memang benar terjadi.
“Yang dimaksud penyebaran berita bohong, apalagi kaitan dengan KM 50 ya karena kan memang faktanya memang ada peristiwa itu. Jadi ruangnya di mana itu? Kami belum paham penyebaran berita bohong itu, apakah substansi materinya atau substansi peristiwanya?” paparnya.
“Kan faktanya ada peristiwa KM 50, ada korbannya, enam orang syuhada FPI. Kemudian ada proses di Komnas HAM dan ada proses tersangkanya dari pihak kepolisian, kemudian ada proses pengadilan yang sekarang kami anggap pengadilan dagelan itu,” tandasnya.
Sebelum menjalani pemeriksaan hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Polda Jabar, Bahar dengan suara lantang menyatakan bahwa jika dirinya ditahan usai menjalani pemeriksaan, demokrasi di Republik Indonesia sudah mati.
“Saya ingin menyampaikan, andaikan, jikalau saya nanti ditahan, jika saya tidak keluar dari ruangan atau saya di penjara, saya sampaikan bahwasanya inilah bentuk demokrasi sudah mati di negara republik Indonesia yang kita cintai,” tegasnya.
Pasalnya, lanjut Bahar, laporan polisi yang dilayangkan oleh pelapor terkait kasus yang dihadapinya langsung ditangani polisi secepat kilat. Padahal, banyak laporan terkait penistaan agama yang lamban ditangani polisi, bahkan tidak ditangani sama sekali. (*)