Yuk Kenali Hukum Pacaran dalam Pandangan Islam

Yuk Kenali Hukum Pacaran dalam Pandangan Islam
Foto Ilustrasi (Pixabay)

HALOJABAR.COM- BAGAIMANA hukum berpacaran menurut agama Islam dan apa beda pacaran dengan taaruf? Berikut dalil penjelasannya.

Pacaran, sebagai proses mengenal lawan jenis, atau diibaratkan sebagai rasa cinta yang diwujudkan dalam sebuah hubungan seperti sudah menjadi hal lumrah. Tapi, bagaimana dengan hukum pacaran menurut Islam?

Baca Juga: Doa agar Utang Cepat Lunas Menurut Ajaran Rasulullah

Hukum pacaran menurut agama Islam, sebagaimana dilansir laman NU Online, pada dasarnya segala macam muamalah dibolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya.

الأصل فى الأشياء الإباحة إلا ماحرمه الشرع

Artinya: “segala hal asalnya dibolehkan selama ada yang mengharamkan secara syara”.

Demikian halnya dengan hukum pacaran dalam Islam. Pada dasarnya pacaran sebagai sebuah bentuk sosialisasi dibolehkan selama itu tak menjurus pada tindakan yang jelas-jelas dilarang oleh syara’, yakni pacaran yang dapat mendekatkan para pelakunya pada perzinahan.

Baca Juga: Doa Sholat Tahajud Rasulullah SAW

Dalam Al-Quran surat al-Isra’ ayat 32 diterangkan tentang larangan perzinahan:

وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”

Hal demikian singkron dengan hadits Rasulullah SAW yang seolah menjelaskan model tindakan yang dapat mendekatkan seseorang dalam perzinahan.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلاَ تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ ( رواه البخاري)

“Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw berkhutbah, ia berkata: Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan musafir kecuali beserta  ada mahramnya” (muttafaq alaihi).

Hukum Dilarangnya Pacaran

Rasulullah SAW secara tidak langsung sudah memberi rambu-rambu seputar model hubungan laki-laki dan perempuan yang terlarang. Larangan demi menghindarkan seseorang terjerumus dalam perzinahan lantaran umumnya perzinahan bermula dari situasi berduaan.

Demikianlah dasar hukum dilarangnya pacaran, jika yang dimaksud dengan pacaran itu adalah pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan. Bersuka-sukaan mencapai apa yang disenangi mereka, sebagaimana yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karya Purwodarminto.

Beda Taaruf dengan Pacaran

Sementara, berbeda hukumnya jika yang dimaksud dengan berpacaran adalah upaya saling mengenal menjajaki kemungkinan untuk menjalin pernikahan dalam momentum khitbah melamar.

Karena hal itu sama seperti mendukung anjuran Rasulullah SAW terhadap generasi muda muslim untuk menikah, sebagai solusi menghindarkan diri dari perzinahan.

عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ * (رواه مسلم)

“Dari Ibnu Mas’ud ra berkata, Rasulullah saw mengatakan kepada kami: Hai sekalian pemuda, barang siapa diantara kamu yang telah sanggup melaksanakan akad nikah, hendaklah melaksanakannya. Maka sesungguhnya melakukan akad nikah itu (dapat) menjaga pandangan dan memlihar farj (kemaluan), dan barangsiapa yang belum sanggup hendaklah ia berpuasa (sunat), maka sesungguhnya puasa itu perisai baginya” (muttafaq alaih).

عن أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال: …لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي * (رواه البخاري)

“Dari Anas ra. Bahwasanya Nabi saw berkata: …tetapi aku, sesungguhnya aku salat, tidur, berbuka dan mengawini perempuan, maka barangsiapa yang benci sunnahku maka ia bukanlah dari golonganku”

Kedua hadits di atas menjelaskan pentingnya sebuah pernikahan bagi seseorang. Karena itulah pacaran dengan arti meminang atau melamar dalam upaya mencari kesepahaman demi menuju jenjang pernikahan dalam Islam dibolehkan.

Karena kesempatan seorang muslim memandang muka dan telapak tangan perempuan lain bukan muhrim hanya dalam momen khitbah, tidak pada saat yang lain.

Follow dan baca artikel terbaru dan menarik lainnya dari HaloJabar di Google News