BANDUNG, HALOJABAR.com – Para pelaku usaha kerajinan kulit di Garut harus mulai menggunakan teknologi informasi sebagai alat pemasaran agar bisa menggaet pasar yang lebih luas.
Hal itu disampaikan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil saat melakukan kunjungan ke Satuan Pelayanan (Satpel) Pengembangan Industri Perkulitan yang dikelola Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jabar di Sukaregang Kabupaten Garut, Kamis (6/1/2022).
Ridwan Kamil menilai pasar generasi Z atau milenial dan luar negeri sebagai prospek pasar yang menjanjikan bagi pelaku industri kerajinan kulit di Kabupaten Garut.
Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu meyakinkan, digitalisasi teknis pemasaran bisa menggerakan roda perekonomian yang sempat lesu akibat pandemi COVID-19.
Menurut dia, industri kerajinan kulit di Garut memiliki potensi bisnis yang besar. Sayangnya, selama ini, industri itu justru tak banyak berkembang.
Kang Emil mencatat, setidaknya ada lima masalah utama yang menyebabkan pengembangan industri kerajinan kulit di Garut stagnan. Pertama, bahan baku untuk membuat kerjinan kulit masih belum layak untuk diekspor.
“Bahannya ternyata tidak exportable karena saat diuji di laboratorium, kadar ini itu-nya tidak memadai,” kata Kang Emil dalam keterangannya, Jumat (7/1/2022).
Permasalahan kedua, desain produk kerajinan kulit di Sukaregang tak banyak inovasi. Ini bisa dilihat dari desain untuk produk yang sama di beberapa toko kerajinan kulit hampir semuanya mirip.
Menurutnya, salah satu persoalan dalam penjualan adalah produk yang tidak sesuai dengan selera pasar saat ini.
“Saya tawarkan kalau ada pengusaha kulit yang mau berkolaborasi memproduksi desain Ridwan Kamil, saya tunggu,” katanya.
Kang Emil menegaskan, dirinya tak akan memungut biaya sepeser pun bagi pelaku usaha kerajinan kulit yang ingin produknya didesain olehnya.
“Kalau mau silakan, saya minta daftarnya berapa toko yang mau memproduksi barang yang saya buat desainnya mulai dari dompet, tas wanita, sepatu, jaket yang semuanya berbahan dasar kulit garut,” ujarnya.
Tak hanya itu, Kang Emil yang memiliki pengikut di media sosial hingga sekitar 15 juta orang itu juga siap mempromosikan produk kulit yang dia desain.
“Saya juga siap untuk memasarkan produknya, tapi tentunya produk itu harus sesuai dengan selera pasar. Nanti saya posting, pengikut saya sudah ada 15 juta orang,” kata Kang Emil.
Tidak hanya itu, Pemprov Jabar pun berencana akan membentuk lembaga yang bertugas mengembangkan tren desain produk kerajinan kulit.
“Kalau perajin kompak, setiap tahun akan ada tren berbeda. Tidak berulang terus. Jadi membuat trendsetter,” paparnya.
Masalah ketiga, lanjut Kang Emil, terdapat masalah limbah dalam pasca produksi kerajinan kulit di Garut yang menjadi faktor penyebab pencemaran lingkungan.
Masalah keempat, para pelaku usaha kerajinan kulit di kawasan Sukaregang masih kurang memahami bagaimana memasarkan produknya secara digital. Saat ini, mayoritas mereka masih menjual produknya secara konvensional.
“Saya juga meminta pengusaha memanfaatkan bahan limbah tumbuhan untuk membuat sebagian produknya, seperti limbah kopi dan jamur untuk dijadikan kulit yang kini sedang diminati merk fesyen dunia,” pungkasnya.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disindag) Jabar, M Arifin Soedjayana mengatakan, di Satpel Pengembangan Perkulitan Garut pihaknya memberikan layanan 7 permesinan pendukung.
“2021 layanan permesinan di satuan pelayanan perkulitan ini memberikan pelayanan tertinggi yang mencapai 774 pelayanan,” katanya.
Tingginya layanan ini menurutnya menunjukan besarnya kebutuhan para pelaku usaha kerajinan kulit di Garut menggunakan mesin di Satpel Pengembangan Perkulitan Garut yang berada di bawah Bidang Industri Pangan dan Olahan Kemasan (IPOK) Disindag Jabar itu.
“Dalam rangka pemulihan ekonomi, kami terus berupaya meningkatkan kapasitas pelaku usaha di Jawa Barat, salah satunya di Sukaregang, Garut,” katanya. (hn)