HALOJABAR.COM- Ghibah adalah salah satu dosa besar dalam Islam dan mengandung daya rusak sosial luar biasa. Karenanya, dosa ghibah mesti ditebus agar tidak menjadi tanggungan kelak di akhirat.
Merujuk tafsir Al-Mishbah, M Quraish Shihab, ghibah dalam Islam berasal dari kata ghaib atau tidak hadir,
Ghibah adalah menyebut orang lain yang tidak hadir di hadapan penyebutnya dengan sesuatu yang tidak disenangi oleh yang bersangkutan. Jika keburukan yang disebut itu tidak disandang oleh yang bersangkutan, maka dinamai buhtan atau kebohongan besar.
Baca Juga: Hukum Ghibah dan Bahayanya dalam Ajaran Islam
Definisi itu sebagaimana apa yang disabdakan Rasulullah SAW: Ghibah adalah kamu menyebut sesuatu yang tidak disenangi oleh saudaramu. Bila betul apa yang kamu katakan itu terdapat padanya, maka kamu telah ghibah (menggunjingnya), bila apa yang kamu katakan tidak terdapat padanya, maka kamu telah berbuat kebohongan padanya. (HR Abu Dawud dan Muslim).
Ghibah adalah salah satu dosa besar dalam Islam dan mengandung daya rusak sosial luar biasa. Karenanya, dosa ghibah mesti ditebus agar tidak menjadi tanggungan kelak di akhirat yang dapat menguras perbendaharaan pahala.
Baca Juga: Yuk Kenali Hukum Pacaran dalam Pandangan Islam
Sebagai gambaran tentang ghibah dalam literatur Islam terdapat dalam Al-Quran dan hadits berikut ini:
“Hai orang-orang yang beriman, hindarilah kebanyakan prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu berdosa. Dan janganlah sebagian kamu itu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah seseorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah meninggal dunia, sudah tentu kamu akan jijik padanya. Bertakwalah pada Allah. Sesungguhnya Allah Maha menerima tobat lagi Maha Belas Kasih.” (Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 12).
Cara Bertaubat dari Dosa Ghibah
Ada sejumlah cara atau langkah yang mesti ditempuh bagi orang yang telanjur melakukan ghibah, Imam Al-Ghazali. Berikut penjelasannya dikutip dari laman NU online.
اعلم أن الواجب على المغتاب أن يندم ويتوب ويتأسف على ما فعله ليخرج به من حق الله سبحانه ثم يستحل المغتاب ليحله فيخرج من مظلمته وينبغي أن يستحله وهو حزين متأسف نادم على فعله
Artinya: “Ketahuilah, orang yang melakukan ghibah wajib menyesal, bertobat, dan bersedih atas perbuatan ghibahnya agar ia dapat keluar dari hak Allah, kemudian ia meminta maaf kepada orang yang dighibahkan agar korban merelakannya sehingga ia dapat keluar dari dosa kezalimannya. Ia seyogianya meminta maaf kepada orang yang dighibahkan untuk merelakannya dengan keadaan bersedih dan menyesal atas perbuatannya.”
Adapun permohonan ampun (istighfar) oleh pelaku ghibah sangat dianjurkan sebagai kafarat atau penebus dosa ghibah. Mendoakan korban merupakan salah satu jalan kafarat sebagaimana hadits berikut ini:
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم كفارة من اغتبته أن تستغفر له
Artinya, “Rasulullah saw bersabda, ‘Kafarat (penebusan dosa) terhadap orang yang kau ghibahkan adalah kau memintakan ampunan Allah (istighfar) untuknya,” (HR Ibnu Abid Duniya dan Musnad Harits bin Abi Usamah).
Orang yang membawa dosa ghibah tanpa penebusan akan diadili di akhirat. Pelaku kezaliman berupa ghibah salah satunya akan dituntut membayar kezalimannya dengan pahala yang dia punya.
Kelak saat pahalanya habis dan tidak ada lagi pahala untuk menebus kezalimannya, dosa korban akan ditimpakan kepada pelaku. Betapa malangnya nasib orang-orang zalim sebagaimana riwayat hadits berikut ini:
روي أنه صلى الله عليه و سلم قال من كانت لأخيه عنده مظلمة في عرض أو مال فليستحللها منه من قبل أن يأتي يوم ليس هناك دينار ولا درهم إنما يؤخذ من حسناته فإن لم يكن له حسنات أخذ من سيئات صاحبه فزيدت على سيئاته
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Siapa saja yang menyisakan kezaliman harga diri atau harta pada saudaranya, hendaklah ia meminta maaf kepada saudaranya sebelum tiba hari di mana tidak ada lagi dinar dan dirham. Kelak pahala pelaku ghibah akan diambil (untuk korban ghibahnya). Jika pelaku tidak lagi memiliki pahala, maka dosa korban akan diambil dan dipindahkan ke dalam catatan dosa pelaku,” (HR Muttafaq alaih).
Kewajiban Meminta Maaf
Adapun permohonan maaf (istihlal) wajib dilakukan sekiranya mampu dan tidak menimbulkan respons negatif. Sekiranya korban akan naik pitam dan berbuat kalap, permohonan maaf sebaiknya tidak dilakukan.
Tetapi ia harus mengkompensasinya dengan istighfar, doa, dan amal ibadah lain yang pahalanya dimaksudkan untuk korban.
فإذن لا بد من الاستحلال إن قدر عليه فإن كان غائبا أو ميتا فينبغي أن يكثر له الاستغفار والدعاء ويكثر من الحسنات
Artinya: “Kalau begitu, permintaan maaf pelaku (agar korban sudi merelakan ghibah terhadapnya) harus dilakukan jika mampu. Tetapi jika posisi korban entah di mana atau sudah meninggal, maka pelaku seharusnya memperbanyak istighfar, doa, dan kebaikan (yang pahalanya dimaksudkan) untuk korban ghibah.” (*)