Adab dan Ketentuan Syariat Mudik saat Lebaran Idulfitri

Warga yang mengikuti program mudik gratis Pemkot Bandung. (Foto: Humas Pemkot Bandung)

HALOJABAR.COM – Sebagian besar kaum Muslimin di Indonesia mengira, bahwa mudik lebaran ada kaitannya dengan ajaran Islam, karena terkait dengan ibadah bulan Ramadan. Sehingga banyak yang lebih antusias menyambut mudik lebaran daripada mengejar pahala puasa dan lailatul qadar.

Dengan berbagai macam persiapan, baik tenaga, finansial, kendaraan, pakaian dan oleh-oleh perkotaan. Ditambah lagi dengan gengsi bercampur pamer, mewarnai gaya mudik. Kadang dengan terpaksa harus menguras kocek secara berlebihan, bahkan sampai harus berhutang.

Pada hari lebaran, lembaga pegadaian menjadi sebuah tempat yang paling ramai dipadati pengunjung yang ingin berhutang. Namun semua itu jangan terlalu kalian ambil pusing. Sebagai tradisi budaya yang melekat di masyarakat Indonesia memang seharusnya mengakar rumput dan tak usah diperdebatkan.

Bagi masyarakat Indonesia, mudik telah menjadi fenomena sosial yang rutin dilakukan oleh para perantau untuk kembali ke kampung halamannya. Kegiatan mudik biasanya dilakukan menjelang hari raya Idulfitri atau Idul Adha.

Meski istilah mudik mulai populer sejak 1970-an, tetapi akar sejarahnya sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit. Konon, kegiatan mudik dilakukan oleh para petani Jawa, untuk kembali ke kampung halamannya atau daerah asalnya untuk membersihkan makam leluhurnya.

Sementara dikisahkan, karena cintanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam terhadap kota Makkah, sebagaimana manusia pada umumnya, Rasulullah merasakan sedih meninggalkan kota Makkah. Seandainya bukan perintah hijrah, tentu Rasulullah SAW tidak meninggalkan kota Makkah.

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sangat mencintai tanah kelahirannya, yaitu Makkah. Ekspresi cinta Rasulullah shalallahu alaihi wasallam terhadap tanah kelahirannya, terlihat dari riwayat Ibnu Abbas dalam hadis riwayat al-Tirmidzi.

Ia menjelaskan betapa cinta dan bangganya Rasullullah shalallahu alaihi wasallam pada tanah kelahirannya. Rasa cinta tersebut terlihat dari ungkapan kerinduan Nabi Muhammad terhadap Makkah. Beliau mengatakan:

وَاَللَّهِ إنَّكِ لَخَيْرُ أَرْضِ اللَّهِ، وَأَحَبُّ أَرْضِ اللَّهِ إلَى اللَّهِ، وَلَوْلَا أَنِّي أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ

Artinya: “Alangkah indahnya dirimu (Makkah). Engkaulah yang paling kucintai. Seandainya saja dulu penduduk Mekah tidak mengusirku, pasti aku masih tinggal di sini.” (HR al-Tirmidzi).

Follow dan baca artikel terbaru dan menarik lainnya dari HaloJabar di Google News