“Distrik-distrik merasa kesulitan, yang pertama tentang harga tiket yang naiknya tiba-tiba, dan tidak diimbangi dengan fasilitas yang memadai. Semua toilet gitu-gitu aja, dan fasilitas yang lain tetap seperti itu,”
“Lalu yang paling utama itu, sistem pembelian tiket yang memberatkan. Kita tidak menolak online, karena kita dari musim kemarin sudah online. Hanya sistem pembelian sekarang itu rumit, karena harus lewat aplikasi yang harus diverifikasi,” sambungnya.
Sejatinya yang paling penting, kata Ginanjar adalah kebijakan pembelian tiket saat ini harus dilakukan secara individu, sedangkan umumnya tiap komunitas membeli tiket secara kolektif.
“Karena banyak berangkat rombongan dari luar kota dan sebagainya. Dan menurut kita itu belum ada titik temu dari PT PBB sendiri masih menutup mata atas masalah itu,” lanjut anggota dewan Fraksi Gerindra itu.
Lebih lanjut, Tobias mengatakan bahwa pihak manajemen seperti beranggapan bahwa keberadaan komunitas itu hanya 10 persen. Sisanya masih ada 90 persen lagi penonton yang siap ke stadion.
Diketahui salah satu aksi Viking Persib Club, yakni tidak akan menonton ke stadion pada pertandingan melawan Dewa United nanti, ialah karena ingin menguji apakah manjamen tetap akan meremehkan pentingnya komunitas.
Meskipun demikian, Tobias Ginanjar menegaskan pihaknya membuka diri jika manajemen Persib ingin mengadakan dialog. Ia juga tidak mau dengan adanya aksi tersebut bisa memecah konsentrasi para Punggawa Pangeran Biru, selama bertanding.
“Tapi kita ingin dialognya juga terbuka saja. Bisa disaksikan oleh banyak orang, oleh semua Bobotoh, sehingga tidak ada yang ditutup-tutupi. Kita tidak mau hanya pertemuan satu atau dua orang,” tegasnya.
Disinggung berapa lama Viking Persib Club akan melakukan aksi “Berhenti Sejenak (tidak menonton di stadion)” itu, Ginanjar menyebut sampai aspirasi komunitasnya di dengar oleh PT PBB.
