Pemimpin Militer Libya Khalifa Haftar Temui Putin di Moskow, Apa yang akan Terjadi?

putin
Presiden Rusia Vladimir Putin. (Pixabay)

HALOJABAR.COM – Pemimpin militer Khalifa Haftar, yang pasukannya mendominasi Libya timur, mengadakan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di ibu kota Rusia, Moskow.

Haftar, yang mensponsori pemerintahan saingan pemerintah Libya yang didukung PBB di Tripoli, telah lama membina hubungan dekat dengan Moskow. Orang kuat Libya timur itu sangat bergantung pada kelompok tentara bayaran Rusia Wagner untuk mendapatkan dukungan militer.

“Haftar mengadakan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Menteri Pertahanan Sergei Shoigu”, kata Angkatan Bersenjata Arab Libya di halaman Facebook resminya tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Baca Juga: Kembali Terpilih Jadi Presiden Turki, Erdogan Dapat Ucapan Selamat dari Sahabatnya Vladimir Putin

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengonfirmasi pertemuan Haftar dengan Putin tersebut. “Mereka membahas situasi di Libya dan kawasan secara keseluruhan,” katanya dalam komentar yang dilaporkan kantor berita Rusia, TASS, sebagaimana dilansir kantor berita AFP, Jumat (29/9/2023).

Itu adalah pertemuan pertama antara kedua figur tersebut sejak 2019, menurut media Libya. Dan entah pa yang akan terjadi nanti.

Haftar tiba di Moskow pada hari Selasa lalu, dan telah mengadakan pembicaraan dengan Wakil Menteri Pertahanan Rusia Yunus-Bek Yevkurov selama kunjungannya.

Baca Juga: Presiden Jokowi Sampaikan Ucapan Selamat kepada Erdogan

Yevkurov telah menjadi pengunjung rutin ke Libya timur dalam beberapa tahun terakhir. Dalam kunjungan terakhir pada tanggal 17 September, dia bertemu Haftar beberapa hari setelah banjir bandang besar yang menyapu sebagian besar kota pesisir Derna, menewaskan ribuan orang dan menyebabkan ribuan lainnya hilang.

Hingga saat ini, ratusan personel Wagner tetap ditempatkan di Libya timur serta di wilayah gurun selatan di bawah kendali Haftar.

Rusia telah lama berupaya untuk meningkatkan pengaruhnya di Afrika. Sebuah kebijakan yang semakin besar sejak diluncurkannya perang terhadap Ukraina awal tahun lalu, yang membuat Rusia terbebani dengan sanksi Uni Eropa dan AS.

Follow dan baca artikel terbaru dan menarik lainnya dari HaloJabar di Google News