5 Rukun Nikah dan Pernikahan yang Tidak Sah dalam Islam

5 Rukun Nikah dan Pernikahan yang Tidak Sah dalam Islam istri
Ilustrasi pernikahan/ Pixabay

9 pernikahan yang tidak sah

1. Pernikahan syighar

Pernikahan ini adalah pernikahan di mana seorang laki-laki menikahkan putri atau saudari perempuannya dengan laki-laki lain dengan mahar, dirinya dinikahkan dengan putri laki-laki lain tersebut.

Contohnya ungkapan akadnya, “Aku nikahkan engkau dengan putriku dengan mahar engkau menikahkanku dengan putrimu.”

Akad tersebut tidak sah, lantaran ada gabungan dua akad dan menjadikan akad masing-masing sebagai maharnya. Artinya, jika keduanya tidak menggabungkan dua akad dan tidak menjadikan akad masing-masing sebagai maharnya, maka pernikahannya sah.

Tidak sahnya pernikahan ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW, “Tidak ada nikah syighar dalam Islam.”  Larangan ini berimplikasi pada rusaknya perkara yang dilarang.

2. Pernikahan mut‘ah

Pernikahan yang dibatasi waktu tertentu, baik sebentar maupun lama. Contohnya ungkapan laki-laki kepada istri yang ingin dinikahinya, “Aku menikahimu selama satu bulan,” atau, “Aku menikahimu hingga selesai kuliah,” atau “Aku menikahimu sampai aku mencampurimu, hingga engkau halal bagi suami yang telah menalakmu dengan talak tiga.”

Mestinya, akad pernikahan dilakukan secara mutlak- tanpa ikatan waktu- dan ditujukan untuk selama-lamanya atau hingga terjadi perceraian yang tak dipersyaratkan sejak akad.

3. Pernikahan orang ihram

Tidak sah pernikahan yang dilakukan oleh orang yang sedang ihram, baik uhram haji, ihram umrah, atau ihram keduanya, baik dengan akad yang sah maupun dengan akad yang rusak, berdasarkan sabda Rasulullah SAW.

“Orang yang ihram tidak boleh menikah dan tak boleh dinikahkan.” Namun, selain menikah, orang yang sedang ihram boleh melakukan rujuk atau menjadi saksi pernikahan. Pasalnya, rujuk adalah melanjutkan perkawinan, bukan mengawali perkawinan.

4. Pernikahan dengan beberapa akad, dimana 2 orang wali menikahkan satu orang perempuan dengan 2 orang laki-laki. Tidak diketahui secara pasti siapa yang akadnya lebih dahulu. Jika salah seorang laki-laki itu menggaulinya, maka wajib baginya mahar mitsli.

Jika keduanya menggaulinya, maka si perempuan berhak mahar mitsil dari keduanya. Pertanyaannya, bagaimana jika diketahui akad yang dilakukan lebih dahulu, maka akad itu yang sah.

5. Pernikahan perempuan yang beriddah dan sedang istibra dari mantan suaminya walaupun dari hasil senggama syubhat.

Jika laki-laki yang menikahi perempuan beriddah itu menggaulinya, maka ia harus dijatuhi hukuman (had) kecuali jika ia tidak mengetahui status keharaman menikahi dengan perempuan beriddah dan sedang istibra. Orang yang tidak tahu harus dimaafkan, terlebih jika ia awal-awal masuk Islam atau jauh dari para ulama.

6. Pernikahan dengan perempuan yang ragu akan kehamilannya sebelum habis masa iddah. Sehingga, haram menikahi perempuan yang seperti itu hingga keraguannya hilang, meskipun masa iddah dengan 3 kali quru (masa suci) telah habis. Keharaman ini lahir dari keraguan tadi.

Follow dan baca artikel terbaru dan menarik lainnya dari HaloJabar di Google News