5 Rukun Nikah dan Pernikahan yang Tidak Sah dalam Islam

5 Rukun Nikah dan Pernikahan yang Tidak Sah dalam Islam istri
Ilustrasi pernikahan/ Pixabay

Demikian pula siapa pun yang menikahi perempuan yang diduga masih masa iddah atau sedang istibra dari kehamilan, atau sedang ihram haji dan umrah, atau karena salah satu mahram, namun ternyata sebaliknya, maka nikahnya batil karena ragu akan kehalalannya.

7. Pernikahan seorang Muslim dengan perempuan non-Muslim selain Kitabiyyah (ahli kitab) asli, seperti perempuan penyembah berhala, penyembah api (majusi), penyembah matahari, atau perempuan murtad, atau perempuan kitabiyyah tidak murni seperti keturunan antara kitabi dan majusi atau sebaliknya.

Hal ini berdasarkan firman Allah, Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman, (QS al-Baqarah [2]: 221).

Maksud perempuan Kitabiyyah adalah perempuan Yahudi dan Nasrani. Perempuan Yahudi boleh dinikah dengan catatan asal-usul agama Yahudi-nya tidak termasuk ke dalam agama Yahudi setelah di-mansukh. Sementara perempuan Nasrani boleh dinikah jika diketahui asal-usul agama Nasrani-nya masuk ke dalam agama Nasrani sebelum di-mansukh, walaupun setelah terjadi perubahan selama mereka berusaha menjauhi ajaran-ajaran yang diubah tersebut.

Dasar kebolehan menikahi keduanya adalah firman Allah, (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu, (QS al-Maidah [5]: 5).

Maksud kitab yang diberikan kepada mereka adalah Taurat dan Injil, namun tidak termasuk kitab-kitab lain, seperti suhuf Nabi Syits, suhuf Nabi Idris, atau suhuf Nabi Ibrahim a.s.

8. Pernikahan dengan perempuan yang pindah dari satu agama kepada agama lain: Singkatnya, ia tidak boleh dinikah. Tidak boleh diterima agamanya kecuali agama Islam.

9. Pernikahan seorang Muslimah dengan laki-laki non-Muslim atau pernikahan perempuan yang murtad dengan laki-laki Muslim: Atas dasar ijmak ulama, tidak boleh seorang Muslimah menikah dengan laki-laki non-Muslim, sebagaimana dalam Al-Quran, Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin), (QS al-Baqarah [2]: 221).

Bagaimana, jika salah seorang dari suami atau istri ada yang murtad sebelum bergaul suami istri, maka batal lah pernikahannya. Adapun setelah bergaul suami-istri, maka harus ditunggu. Jika mereka dipersatukan kembali oleh Islam selama masa iddah, maka langgenglah pernikahannya. Namun jika tidak, pernikahannya terputus.

Selain pernikahan yang batal, ada lagi pernikahan yang makruh, yaitu pernikahan atas perempuan yang telah dilamar orang lain dan pernikahan muhallil dengan niat menghalalkan perempuan yang telah ditalak tiga tanpa ada syarat harus talak sewaktu akad. Namun, jika pernikahannya dengan syarat, seperti syarat setelah istrinya dicampuri harus ditalak, maka pernikahannya menjadi batal.

Demikian rukun dan syarat sah menikah dalam Islam dan pernikahan yang batal, rusak, dan makruh. Wallahu a’lam. (*)

Follow dan baca artikel terbaru dan menarik lainnya dari HaloJabar di Google News