HALOJABAR.COM – Demam berdarah, atau dikenal sebagai DBD, merupakan salah satu tantangan kesehatan yang signifikan di Indonesia, dengan jumlah kasus yang tinggi setiap tahunnya.
Tak pandang bulu, demam berdarah dapat menyerang siapa pun, termasuk anak-anak yang tergolong rentan. Faktor lingkungan sekitar anak dan daya tahan tubuh yang belum sepenuhnya kuat menjadi faktor utama dalam rentan terhadap penyakit ini. Salah satu ciri khas demam berdarah adalah penurunan kadar trombosit, yang juga dikenal sebagai trombositopenia.
Trombosit adalah elemen darah yang penting untuk proses pembekuan darah. Penurunan jumlah trombosit terjadi karena berbagai penyebab, termasuk penyakit, pengobatan, dan kondisi fisik tertentu.
BACA JUGA: Antisipasi DBD, Pemkot Cimahi Minta Warga Lakukan PSN di Lingkungan Rumah
Pada kasus demam berdarah, virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk menyebabkan infeksi pada aliran darah dan merusak trombosit. Sebagai respons, sistem kekebalan tubuh akan menyerang virus, namun trombosit yang terinfeksi juga ikut diserang, menyebabkan penurunan jumlah trombosit dalam tubuh.
Dalam kondisi normal, kadar trombosit dalam tubuh dewasa adalah antara 150.000 hingga 450.000 trombosit per mikroliter darah. Jika jumlah trombosit menurun di bawah 150.000, maka kondisi ini disebut sebagai trombositopenia.
Penurunan jumlah trombosit dapat diklasifikasikan menjadi tiga tingkat, yaitu ringan, sedang, dan berat, berdasarkan pada jumlah trombosit per mikroliter darah.
BACA JUGA: Catat! Ini Perbedaan Gejala DBD Dulu dan Sekarang yang Perlu Diwaspadai
Pasien demam berdarah biasanya akan menjalani tes darah untuk memeriksa kadar trombosit. Tanpa penanganan yang tepat, penurunan jumlah trombosit dapat menyebabkan komplikasi serius, bahkan mengancam jiwa pasien. Dalam beberapa kasus, pasien memerlukan transfusi darah untuk meningkatkan jumlah trombosit ke tingkat yang aman.
