Selama 10 tahun, 2.696 peserta mengembangkan demensia. Di antara mereka, 679 telah mengonsumsi vitamin D, dan 2.017 tidak memiliki riwayat suplementasi vitamin D.
Para ilmuwan juga menemukan bahwa paparan vitamin D dikaitkan dengan tingkat demensia yang jauh lebih rendah pada orang yang membawa gen APOE dan mereka yang tidak.
Namun, efeknya lebih terasa pada orang yang bukan pembawa APOE.
Selain itu, temuan ini konsisten pada tiga jenis suplemen — kombinasi kalsium/vitamin D, cholecalciferol (Vitamin D3), dan ergocalciferol (vitamin D2).
Secara keseluruhan, para ilmuwan mengatakan bahwa suplemen vitamin D dikaitkan dengan insiden demensia 40% lebih rendah.
“Temuan kami memberikan wawasan kunci ke dalam kelompok yang mungkin ditargetkan secara khusus untuk suplementasi vitamin D.
Secara keseluruhan, kami menemukan bukti yang menunjukkan bahwa suplementasi lebih awal mungkin sangat bermanfaat, sebelum terjadinya penurunan kognitif,” kata ketua peneliti Profesor Zahinoor Ismail, dari University of Calgary dan University of Exeter, dalam sebuah keterangan tertulis.
Namun, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Misalnya, para ilmuwan tidak memiliki informasi tentang dosis vitamin D, jadi tidak jelas apakah insiden demensia yang lebih rendah bergantung pada dosis.
Selain itu, penelitian tersebut tidak menilai suplemen lain yang dapat berkontribusi untuk menurunkan risiko demensia. Terakhir, paparan sinar matahari — yang secara alami dapat meningkatkan vitamin D dalam tubuh — tidak diperhitungkan.
Para ilmuwan menyarankan agar penelitian selanjutnya mempertimbangkan perbedaan jenis kelamin, ras, paparan sinar matahari, dan status APOE saat merekrut peserta. Selain itu, memeriksa bagaimana dosis vitamin D yang berbeda memengaruhi risiko demensia dapat memberikan wawasan tentang berapa banyak vitamin D yang dibutuhkan seseorang untuk kesehatan otak yang optimal.***
