Peribahasa Buruk-Buruk Papan Jati, Pandangan Hidup Orang Sunda tentang Persaudaraan

filosofi sunda
Ilustrasi - Filosofi masyarakat Sunda. (Foto: net)

HALOJABAR.COM – Masyarakat Sunda dikenal dengan masyarakat yang berpegang teguh pada pandangan hidup kerukunan terhadap sesama.

Seperti dalam falsafah Sunda buhun, orang Sunda berpandangan bahwa hirup kudu akur jeung dulur, batur sakasur, batur sasumur, jeung batur salembur. Artinya harus hidup rukun dengan saudara, keluarga serumah, dan tetangga.

Pandangan hidup ini menandakan bahwa orang Sunda menjunjung tinggi persaudaraan dan persatuan.

Baca Juga: Filosofi Ucing-ucingan, Permainan Tradisional Sunda yang Sarat Makna

Dari pandangan hidup itulah muncul pepatah-pepatah dan peribahasa Sunda tentang persaudaraan. Salah satunya peribahasa buruk-buruk papan jati.

Arti dari buruk-buruk papan jati adalah seburuk-buruknya sifat saudara, atau sesalah-salahnya saudara tetaplah saudara.

Sejelek-jeleknya sifat saudara, atau meskipun saudara pernah berbuat kesalahan, oleh saudaranya pasti dibela. Papan jati merupakan metafora dari saudara. Seburuk-buruknya papan jati, tetaplah papan jati. Tidak akan berubah jadi papan albasiah.

Baca Juga: Mengenal 7 Pantangan Orang Sunda, Mitos atau Fakta?

Dalam pepatah Sunda dikatakan, jeung dulur mah ulah pagiri-giri calik pagirang-girang tampian tapi kudu ka cai jadi saleuwi, kadarat jadi salogak; kudu silih asah, silih asih, silih asuh.

Artinya dengan saudara tidak boleh berpecah belah, tapi harus rukun saling membantu (dalam kebaikan dan mengingatkan jika salah). Saling menyayangi, saling menasihati, saling menjaga.

Tetapi nasihat yang turun temurun melalui tradisi lisan sudah mulai terputus karena perubahan pola hidup. Seperti zaman sekarang, yang rasanya susah menasihati anak atau keluarga terdekat.

Masalahnya mungkin karena lisan dan perbuatan yang menasihati sering bertolak belakang.***

Follow dan baca artikel terbaru dan menarik lainnya dari HaloJabar di Google News