HALOJABAR.COM – Minum minuman yang diberi pemanis buatan ternyata dapat meningkatkan risiko terkena fibrilasi atrium, kondisi jantung yang mengakibatkan irama jantung yang tidak teratur, menurut temuan sebuah penelitian.
Dilansir dari Medical Daily, fibrilasi atrium (AFib) dapat menyebabkan pembekuan darah di jantung dan meningkatkan risiko stroke, gagal jantung, dan masalah jantung lainnya yang serius.
Diperkirakan bahwa pada tahun 2030, sekitar 12,1 juta orang di Amerika Serikat akan menderita AFib, menurut Centers for Disease Control and Prevention.
BACA JUGA: Sembuhkan Penyakit Jantung! 5 Manfaat Mengkonsumsi Jagung Bakar untuk Kesehatan
Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa ada kaitan antara risiko penyakit kardiometabolik dengan konsumsi minuman manis. Dalam penelitian terbaru ini, para peneliti menyelidiki apakah ada hubungan antara minuman manis dengan gula, minuman yang diberi pemanis buatan, dan jus buah murni dengan risiko fibrilasi atrium.
Menurut temuan yang diterbitkan dalam jurnal American Heart Association, Circulation: Arrhythmia and Electrophysiology, minum dua liter atau lebih minuman yang diberi pemanis buatan setiap minggunya dapat meningkatkan risiko terkena kondisi jantung tersebut sebesar 20 persen.
BACA JUGA: AWAS! 5 Jenis Makanan dan Minuman Ini Pemicu Sakit Migrain
Para peneliti tidak dapat memastikan apakah minuman manis tersebut secara langsung menyebabkan fibrilasi atrium, namun kaitannya tetap ada bahkan setelah memperhitungkan faktor genetik yang mempengaruhi kondisi tersebut.
Studi ini melibatkan kuesioner diet dan data genetik dari lebih dari 200 ribu orang dewasa di UK Biobank. Peserta studi tersebut tidak memiliki AFib ketika mereka mendaftar. Namun, selama hampir 10 tahun pemantauan, 9.362 peserta akhirnya terdiagnosa menderita kondisi tersebut.
“Studi kami menunjukkan bahwa konsumsi lebih dari dua liter (sekitar 67 ons) per minggu minuman yang diberi pemanis buatan berhubungan dengan risiko 10 persen lebih tinggi terkena fibrilasi atrium dibandingkan dengan mereka yang tidak mengonsumsinya,” kata penulis utama studi, Ningjian Wang.***
