HALOJABAR.COM – Menu lalapan bagi masyarakat Sunda menjadi sebuah menu andalan disetiap sajian makanan.
Meski sebatas lalapan, tetapi akan terasa nikmat dibarengi dengan sambal.
Biasanya menu lalapan tertuang dalam menu liwetan, seperti lalapan timun, daun kemangi, selada, dan lain-lain.
Bukan hanya ada dalam menu liwetan, saat ini lalapan juga sering ditemui di berbagai santapan lain.
Menariknya, kebiasaan menyantap lalapan ini tidak lepas dari tradisi, budaya, dan keadaan alam masyarakat Sunda sejak dulu.
Baca Juga: Makna dan Filosofi Pakaian Pangsi, Busana Tradisional dari Sunda
Makna dan Filosofi Lalapan Sunda
Serajah Lalapan dalam Budaya Sunda
Dalam sejarah, menu lalapan atau “lalab” diyakini sudah ada sejak 1000 tahun yang lalu.
Pengetahuan tentang lalapan, mulai diketahui masyarakat sejak ditemukannya catatan yang tertuang dalam “Prasasti Taji” di abad ke-10.
Mulanya, yang dimaksud dengan lalapan tidak hanya terpaku pada dedaunan saja, melainkan biji-bijian, umbi-umbian, juga bunga seperti kenikir, honje atau combrang yang kini disajikan dengan berbagai jenis sambel.
Baca Juga: Sejarah dan Asal-usul Sayur Genjer, Menu Makan Penyelamat Krisis Pangan
Filosofi Lalapan Sunda
Salah satu filosofi di balik lalapan Sunda, bermula dari pesan nenek moyang zaman dahulu tentang keharusan untuk berhubungan baik dengan semua makhluk ciptahan Tuhan, termasuk tumbuh-tumbuhan.
Lalapan juga diyakini sebagai bentuk ketahanan pangan masyarakat Sunda di Jawa Barat dengan ketersediaan hasil alam yang melimpah.
Melansir dari Good News from Indonesia, menurut seorang pakar sejarah Sunda, terdapat 6 aspek kehidupan orang Sunda yang melatarbelakangi adanya lalapan.
Aspek tersebut meliputi moral manusia kepada Tuhan, kepada alam, kepada sesama manusia, kepada waktu, dan kepada kesejahteraan lahir batin.
Keenam aspek tersebut telah dibangun oleh masyarakat Sunda sejak 900 tahun lalu.
Baca Juga: 5 Asal Usul Kecantikan Wanita Asal Sunda
Makna yang Tertuang dalam Lalapan
Lalapan juga memiliki makna kesederhanaan hidup orang Sunda.
